Saturday 22 February 2014

Petrichor

Solo, 22 Februari 2014.

Aroma familiar menyapa hidung, asalnya mengarah pada tanah coklat kehitaman.
Aroma sehabis hujan; damai.

Halo, paket kiriman malaikat Mikail. Rajin sekali datang akhir-akhir ini. Dua hari terakhir, selalu tiba di tengah hari, pukul dua belas lewat sedikit. Dua hari terakhir ini pula, aku hanya melihat mu dari dalam gedung di daerah pusat kota. Diantara buku-buku dan halaman paper yang terasa sangat fals dengan akhir minggu, sapaan mu membuat aku bersemangat untuk segera keluar.

Tadinya sebelum kamu datang, aku sibuk bergumul dengan kata-kata yang minggu depan sudah harus tercetak pada lembar-lembar hvs. Dingin nya angin dari air conditioner, juga dua telinga yang tersumpal tembang-tembang Imagine Dragons hingga Icona Pop tak bisa mengalihkan tangan untuk tidak memijat-mijat dua sisi pelipis. Bahkan sinyal WiFi yang lebih penuh dari pada di rumah pun tidak membuat gumpal daging dalam kepala ku mengendurkan sedikit tali yang mengikat. Kaget mungkin, baru kembali memutar sendi-sendi pemikir nya.

Setelah melihatmu dari sisi lain jendela, aku menyapukan dua bola coklat tua ke seluruh ruangan. Di sudut-sudut nya ada pria-pria cilik berseragam bersama-sama membaca Science Dictionary dengan mata berbinar, ada yang bersandar santai di kursi sambil membolak-balik buku metode penelitian bersampul lusuh, di balik meja sirkulasi beberapa karyawan tergelak gembira dan saling mencicipi bekal pada jam istirahat kantor. Then ask myself why so serious?

Setelah menit-menit terderas kamu turun, itu yang aku tunggu. Ku pindahkan penat-penat tadi sejenak dalam jurnal kuning ku. Bersiap menuruni tangga dan keluar untuk menyapa mu, mempersilahkan untuk singgah pada dua pulmo ku yang sedari tadi menghirup O2 palsu. Halo, petrichor, pengingat rasa relaksasi.


Warmest regards,
Gadis yang kurang paham susunan benzana.

No comments:

Post a Comment