Saturday 30 September 2017

Looking at The Alpha Female

Sabtu.
Hari di mana aku biasanya melihat lagi seminggu kemarin punya progress apa aja, milestone nya sampai di mana. Baik buat self-development, maupun hal-hal lain yang melekat dengan itu. Ujung-ujungnya sih banyak menyesal karena ini-itu, salah satunya minggu ini merasa punya creative block yang dibuat sendiri. But when bad thoughts came, the good follows. 

Di notes handphone ku, ada beberapa ide cerita yang pengen dikembangkan jadi bahan latihan nulis. Tapi ide-ide nya terbentur dengan tembok paling tinggi "lho skripsi nya belum selesai kok nulis blog?". Ketakutan ku yang bodoh karena premisnya nggak nyambung. Nulis ya nulis aja. Tapi hari ini bukan mau ngomongin itu. I've been interested in the Alpha-Female subject, why? Tell you later.

Aku suka nonton film, The Intern adalah salah satu film yang menurut aku menarik buat self-reflecting. Beberapa waktu lalu, HBO menayangkan film The Intern ini lagi. Who's never been watching this movie? If you haven't, try watch it. The Intern rilis di tahun 2015, genre nya American Comedy dengan lead actor Anne Hathaway dan Robert de Niro. Plot singkatnya 70 year old Ben (Robert De Niro) just retired from his job, and he got bored of his everyday old-man life. So when he found there's an internship opportunity at About The Fit, an e-commerce fashion start up in town, he decided to give a shot. There's where he met Jules (Anne Hathaway), the CEO of About The Fit. No they're not shared a romantic love story here, but life wisdom, I can say.

Nah, si Jules ini nih, adalah salah satu gambaran Alpha-Female, menurut ku. I really am adoring Alpha-Female figures. It's not always a picture of strong cheekbones, or a ruling speech. For me it's always been the other side of independent, smart and bold Alpha-Female, there lies big decisions in life and it always require the act of love. I just keep myself amazed on how Alpha-Female figures (in movies, and some girls / woman I've met) keep their balance in life. Di film The Intern, Jules' picturing a woman with dedication towards her dream, how she managed to run the company in her own ways and other responsibilites that follows her as a woman; in that movie as a mom and a wife, through a relax and goofy personality. And boom, somehow it's explodes, just like how Miranda (Meryl Streep) couldn't handle her tears of confussion in The Devil Wears Prada (2006). They have the gentle spot that somehow for me have been mistaken by a "woman weakness" while actually all human can be fragile as well, not just us girls.

Di film lain, banyak banget picture of Alpha-Female picture yang menurut aku "girls should look up to"; misalnya kayak tokoh Mrs. Tuohy (Sandra Bullock) di The Blind Side (2009), Skeeter (Emma Stone) di The Help (2011), Katherine-Dorothy-Mary (Taraji  P. Henson, Octaivia Spencer & Janelle Monae) di Hidden Figures (2016) or maybe these Disney Princesses like Mulan, Merida and Moana? And if many people think talking about Alpha-Female is always goes to gender equality topic, I don't think so. It's more about a fuel to drive a woman to do what she chose to live, in responsibility, in a balanced portion according to herself. For me, those Alpha-Female figures were shown for a self-reflection.

It's not that I aim to speak that girls should creating themselves one Alpha-Female shield, let's say to cover when people pointed at them "oh of course you need no man, you're an Alpha". Jadi ingat sewaktu diskusi bareng mbak Djenar Maesa Ayu dan mas Kan Lume di Pesta Film Solo #7 bulan Mei kemarin, keduanya setuju kalo ngomongin woman voice itu bukan berarti bilang kalo perempuan harus punya posisi yang higher than man kok, and anyway, it's always better when their ideas are collaborated, right? Once again, it's never about comparing this type to another type of woman or man. For me, Alpha-Female is an attitude of Queen that is capable to managed the world she lives in. Like this one poem written by Nikita Gill;

Screenshoting this from her instagram

And here I supposed to tell you why I've been interested to this subject. So actually I heard some opinions about woman being independent, performing a good leadership skill, and all in doubting voices. Some even said that those factors made Kingless-Queens. Well I think that's a different story. What makes a woman Alpha-Female Queen has nothing to do with that.

It's always been in her own self.

xx,
Av

Friday 11 August 2017

Strolling Around : Desa Malaka, Lombok. A Prequel.

This story should've been posted first, dan udah kelamaan banget menunggu dilengkapi di dalam draf. Finally it's here :)

Experiencing a new culture is challenging yet thrilling.
And it's months away from the time I'm staying in Lombok Utara, and once again that wasn't a vacay so we're not actually 'chill' there. Tapi karena salah satu program kerja kami berkaitan dengan branding pariwisata, jadi lah tim program ini eksplorasi potensi alam dan budaya di sekitar Desa Malaka, Pemenang, Lombok Utara, and now I'm sharing it with you!


So first thing first!
How do we get there?
Ada dua opsi yang bisa digunakan jika kamu berangkat dari Solo seperti kami, menuju ke Lombok. Pertama jalur udara, dari Bandara Adi Sumarmo di Boyolali (SOC) pesawat take off pukul 06.00 WIB dan tiba di Bandara Lombok Praya International (LOP) di Praya pada pukul 08.15 WITA (1h15m). One of early morning flight advantage was we've got to see a breathtaking view of East Java & Bali from above! But when I'm writing this, the only direct flight from Solo to Praya that available is a night flight (21.30 WIB), begitu pula dari Praya ke Solo. I am not sure if this schedule shift is due to the changing weather conditions or any thing, but if you live around Central Java, Yogyakarta or East Java, you can fly from Surabaya because they have so many direct flight to Lombok in a day (8 flights, the last time i checked!).

Morning flight is a bliss

Look! We're almost landing!


There is another option that part of our team tried; a road trip! Dari Solo kamu bisa menaiki kereta tujuan Banyuwangi sekitar pukul 08.00 WIB dan sampai pada pukul 21.00 WIB malamnya. Setelah itu paginya menyeberang ke Bali (Pelabuhan Ketapang - Pelabuhan Gilimanuk), and you can travel across Bali by car / minibus until Padangbai port, then hop into a ferry boat to Lembar port of Lombok. If you're open to this option, make sure you're body is in a very fit condition because it will be a quite long trip to get there.

Oiya, sesampainya di bandara, kalau kamu belum punya tujuan utama, make sure you grab a free copy of The Lombok Guide. The Lombok guide ini adalah bi-weekly magazine yang isinya news terutama yang terkait culture & tourism, places to go di Lombok, informasi akomodasi sampe peta dan rute perjalanan pesawat! #LocalMovementPride

Untuk sampai ke Kabupaten Lombok Utara, kami menaiki bis Damri yang tersedia di area Bandara. Bis ini berangkat beberapa jam sekali menuju ke beberapa tujuan, make sure you ask the information center first for the schedule & buy the ticket. Dari Praya (Lombok Tengah), bis ini akan melewati ibu kota Mataram, kecamatan Ampenan hingga pemberhentian pertama di Senggigi (Lombok Barat). Untuk bisa sampai ke tujuan kami (Desa Malaka), kami terlebih dulu menyampaikan ke kondektur bis sebelum naik, jadi setelah berhenti di Senggigi, bis melanjutkan perjalanan ke arah Bangsal, yang akan melewati Desa Malaka. Dari Praya ke Sengigi, biaya tiketnya seharaga Rp 35.000, jika perjalanan nya dilanjutkan, kamu perlu menambahkan Rp 35.000 lagi. Perjalanan dari Praya menuju Desa Malaka kurang lebih memakan waktu 2 jam. Opsi lain, kamu juga bisa menyewa mobil yang memungkinkan untuk perjalanan yang lebih santai tapi mungkin juga akan lebih pricey. Oiya, kalau melakukan perjalanan darat dari Bali, angkutan umum yang tersedia umumnya hanya sampai ke Sengigi, so you can continue the trip by riding Damri bus or a taxi.

Now off to the highlited places:

Desa Malaka
Desa Malaka ini merupakan pintu gerbang Kabupaten Lombok Utara. Kalau ke Lombok dan main ke sekitar Senggigi, sebetulnya sudah dekat sekali untuk sampai ke Desa Malaka. Kalau di daerah Senggigi lebih banyak turis yang seliweran di sekitar kafe-kafe di pinggir jalan sampai ke resort yang ada private beach nya, memasuki Desa Malaka, tepatnya di dusun Klui, mulai terasa lebih tenang dan sepi. Masih ada satu-dua resort dan hotel di kanan kiri jalan, tapi lebih banyak yang bertema etnik.
Desa Malaka is a real large village, I can say! Kalau kamu berencana pergi ke 3 Gili dan melewati Senggigi, pasti bakalan ngelewatin landmark Desa Malaka, deh. Di sini banyak turis yang berhenti buat turun ke bukit liat sunset or just enjoying the breeze. Pst landmark ini dibangun bersama-sama teman KKN Universitas Sebelas Maret tahun 2016 lalu, lho. You can spot it quick down here.

Di Desa Malaka ada 12 dusun yang terletak di area perbukitan dan pesisir pantai.My first impression when I arrived there; this place is clearly how I imagine an island-life is. Kami sampai sekitar pukul 12 siang, yang ada di kepala waktu itu OST. film Moana - How Far I'll Go.. Because all I can see is limitless blue sky with a full of sun shine and white fat clouds meets the clear sparkling blue sea. Dan setiap kali kamu jalan di pinggir pantai di pagi hari, bakal ada nelayan yang menepi pulang dari menangkap ikan di laut dan banyak kapal-kapal kecil yang berlayar di sekitar situ. Malaka sendiri berdiri di kelilingi kebun kelapa yang luas banget, ijo di mana-mana berdampingan sama biru laut. Uniknya di desa ini warga nya banyak memelihara burung dara, dan ada adat di mana warga antar dusun saling melepaskan burung dara ini ke udara rame-rame, can you imagine that festive play in the air?! Sayangnya sewaktu di sana kami belum sempat menyaksikan. Well, maybe next time...

Here are some picture to complete your visualization. These photographs below are taken by my talented photographer fellas; Tiki, Asta and Aghniya :)


Pantai Nipah dari atas bukit Nipah. Bukit ini letaknya di belakangnya landmark Desa Malaka.


Can you spot one of the Gili there?

Mereka bilang, Malaka Desa Seribu Kelapa.
Yang ini diambil dari atas bukit Malaka. I've shared the story on my instagram dan cerita behind the scene nya di sini.

Pantai Pandanan

Rata-rata di sepanjang Desa Malaka, ada daerah landai yang luas kayak gini sebelum pasir pantai 

Di siang hari, nggak jarang ada warga yang memancing ikan nggak jauh dari pantai, kalau sore banyak juga yang latihan surfing di sini.

And that is what we got to see most of the time, setiap ke kecamatan untuk membeli keperluan rumah tangga maupun program kerja. Nggak semua pantai dekat dengan pemukiman, sih. Di Malaka kamu bisa beach hopping dari ujung desa (Klui) ke ujung lainnya (Teluk Nare), dengan pemandangan yang beda-beda sambil minum air kelapa muda atau makan ikan bakar! The only thing that make me sad here adalah harga bahan kebutuhan pokok di pasaran lebih mahal dari pada di Jawa (apalagi di Solo), apalagi di Desa Malaka udah jarang banget ada angkutan umum yang lewat jalan utama, sementara kalau mau naik ojek ke pasar di kecamatan juga nggak murah. Jadi kebutuhan yang nggak bisa di dapat di kebun, ina-ina (ibu-ibu) di sana memilih beli bahan masakan di tukang sayur atau di warung. A note to be thankful for everything we have in the place we live.

Pas awal-awal datang, banyak ibu-ibu warga ngasih tips "kalo pagi ke pantai, bantu nelayan menepikan kapal, siapa tahu dapat ikan" hahaha. They're so generous, kami sering dikasih hasil tanaman di kebun mereka, buat tambahan lauk di posko. Di sini kami jadi tahu daun kelor bisa dimasak jadi macam-macam olahan masakan kayak sayur bening dan ada yang diolah bersama parutan kelapa juga.  Warga di desa Malaka nggak asing juga sama wisatawan yang mau tinggal di area pemukiman warga, ada warga yang memperbolehkan rumahnya disewa untuk ditempati, whether you're a local or foreign tourist, they will be open if anyone wants to blend and experience everyday life as the locals.

Di pagi hari, temen-temen yang lewat rumah warga suka diundang mampir untuk ngopi di beruga. Beruga ini semacam saung / gazebo yang ada di setiap rumah di Lombok. Beruga adalah tempat tuan rumah menyambut tamu, bercengkrama dengan tetangga, rapat pengurus dusun, juga tempat mengaji anak-anak selepas shalat magrib. You can see what it's look like on our lens recap. Video ini adalah salah satu output program KKN kami. Selain pantai-pantai dan kebudayaan di Desa Malaka, kami juga sempat merekam lanskap Lombok Utara dari Gili Trawangan, dan mengunjungi teman-teman KKN UNS yang ada di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan. Di Gumantar, kesenian Presean masih rutin dipentaskan loh. Sure you want to check that on your Lombok trip bucket list!

If you can't play this video, please head to our Youtube channel.
Pst lebih seru kalo nonton via desktop loh!

Di tautan Youtube di atas, kamu juga bisa lihat rekap singkat dari program-program yang kami lakukan di sana. Be sure to come by :)

Di Malaka, warga berbicara dengan bahasa Sasak, apalagi anak-anak yang belum sekolah. So it's a great opportunity to learn new language here, dan justru belajar bahasa Sasak kami dapatkan kebanyakan dari anak-anak di sekolah dan lingkungan tempat kami tinggal. All hail buat teman-teman se-tim ku yang prodinya Pendidikan dan Psikologi, they're really could get along and handle the languange differences very well!
"Bukan begitu kak", kata Kartini yang ngajarin aku main karet tapi ga bisa-bisa. This one is taken by my friend Satrio.

If you read my latest post, aku cerita kalau di daerah Lombok Timur temperatur terasa lebih panas dibandingkan di Desa Malaka. Mungkin pengaruh letaknya Lombok Utara yang berbukit-bukit, juga memasuki wilayah gunung, iklim nya lebih sejuk. Meskipun gitu, karena tinggal di sana bulan Januari - Februari, di Malaka sering hujan, kadang di pantai langitnya jadi kelabu, but we still go anyway, spot the glommy sky on our pictures above? Tapi sekalinya langit cerah, the happiness is doubled! So if you're a fan of sun-chasing game, you might get the best time to enjoy sunrise & sunset in the middle of the year, pas lagi musim kemarau bulan Juni - September gini..
It's in the middle of the day and it's cloudy, but who can stand the pretty scenery?
Well, even if we know that we have to bare with our dirty laundry :')
And this is what you get at the end of the day when the sun is out. We really are craving for this, every single day. Selain karena bikin tadabur alam, sinar matahai sore membantu mengeringkan cucian kami yang nggak kering-kering kala mendung dan hujan berhari-hari hahaha.

That "what are we doing now?" pose.

Near or far from the sea, sun set is the moment to be grateful for.

Dan malamnya, karena polusi cahaya masih sedikit, bintang-bintang keliatan banget kayak adegan Sherina - Sadam kabur ke Bosscha di Petualangan Sherina. And that was the perfect time to bring our guitar out and sit right by the ocean singing together, while watch the sparkling Gili Trawangan which is really contrast with the night situation in Malaka; quiet and peaceful.


Quick Fact:
Malaka deket banget sama 3 Gili!
You must have heard of 3 Gilis (Gili Islands) before! Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno ini ada di seberang Desa Malaka.  Biasanya, wisatawan akan diantar ke Bangsal, yaitu pelabuhan untuk penyebrangan ke 3 Gili. Kapal ini beroperasi setiap beberapa jam sekali dan serunya rame-rame bareng warga lokal yang bekerja di 3 Gili, so you can get to know them. Biaya tiketnya Rp 15.000 untuk setiap penumpang. Satu kapal ini bisa mengangkut sekitar 40 penumpang sekali jalan. Kalau kamu suka  kenalan sama orang baru, do hop to the front of the boat! Selain lihat view paling depan, kamu bisa berbagi cerita sama warga lokal yang bolak balik di pulau itu. We've tried this when we go back to Malaka from Trawangan.

Asik ga tuh bisa duduk paling depan?! But make sure safety come first ya!
Yang terpenting, diizinin sama awak kapal nya buat ikut duduk di depan.

Di sini kami menyeberang kira-kira pukul 12.00 WITA menuju Bangsal. So hot yet so bright!

But if you stay in Malaka and want to jump to one of those island, kamu bisa banget menyeberang dari Pantai Pandanan yang letaknya ada di seberang kantor desa Malaka. Caranya, berkenalan dengan nelayan / pemilik kapal setempat, tapi nggak asal naik, ya... Selain kamu perlu janjian dulu kapan akan berangkat, ada jumlah minimum penumpangnya juga. Opsi ini bisa kamu pilih kalau kamu berombongan dan sulit untuk menemukan kendaraan ke Bangsal, just like us. Setelah program berakhir, kami sejumlah 20 orang menyebrang ke Gili Trawangan dan biaya nya sesuai perjanjian antara penyewa dan pemiliki kapal, rombongan kami dikenakan biaya Rp 25.000 per orangnya.

We're the captain ourselves!

Kurang lega gimana tuh kursinya kalo satu kapal dipake sendiri.

Bukan girl band meskipun atasan nya sama semua.

Selain awak kapal, ada warga yang ikut ke laut untuk memancing ikan dan pindah ke kapal lain di tengah jalan.
Karena si sini banyak nelayan yang satu dusun, satu sama lain saling kenal, seru ya!

Di sini kami berangkat dari Pantai Pandanan menuju Gili Trawangan pukul 16.00 WITA,
kira-kira waktu sore inilah waktu terakhir kapal diperbolehkan menyeberang ke sana.

What do we do in Gili Trawangan? In less than a day? From dawn to noon?
Here's how to enjoy if you only got little time and have no money like us hahaha we're students, we don't expect so much of having fun with high budget. But island life is meant to be enjoyed and not to be rushed! Hal pertama yang kami lakukan saat sampai adalah nyari rumah kepala dusun di Gili Trawangan, untuk berkenalan sekaligus berpamitan karena lusa akan pulang ke Jawa. And it was hilarious because we have to walk so far and deep in the island to find the house and the sun begin to set.. The silver lining is, kami jadi tau macem-macem tempat, ngelewatin berbagai kafe, warung makan, resort yang ada di bagian dalam pulau, nggak cuma di pinggir pantai aja. You should try to walk / ride a bike near the residental areas! Oiya, untuk wisatawan muslim, di Gili Trawangan masjid yang paling dekat dengan bagian luar pulau mudah dijangkau, besar dan nyaman banget, this is proving why Lombok won some category in World Halal Tourism Awards, last year. It's the island of 1000 mosques, remember?

Malamnya di Gili Trawangan, kamu bisa makan di sekitar Pasar Seni, dan jalan di sepanjang pantai, deh. Cuma kadang untuk beneran ke pinggir pantai kamu harus pesan makanan karena area pantai merupakan area resort / kafe di situ. Lucky us, we found a tiny space near the beach yang sudah tutup malam itu, dan diperbolehkan duduk-duduk terus dipinjemin gitar, lagi! Kebanyakan pegawai di sana adalah warga dari Lombok, Sumba, atau sekitarnya, kalau diajakin kenalan mereka akan sangat welcome. Taught us that island life is a simple life where kindness is free :) If you like full-of-music ambiences, there are lots of cafes that opens until the dawn as well.

Karena kami akan menyeberang di siang hari, esok paginya kami cepat-cepat ke persewaan sepeda dan cycling around menikmati pantai-pantai yang terbuka. Kalau nggak kesiangan, jalanan nggak penuh sama pejalan kaki dan umumnya resto pinggir pantai belum buka, jadi bisa berenang di pantai deh. But if you have more time or stay longer, there are more to discover, misalnya naik delman keliling pulau? Just make sure to bring your Lombok Guide copy, and my note is don't forget to sip on Gili Gelato.


This one was Asta's cone, punya aku dah abis keburu leleh shay :)))

Anyway, pernah dengar tentang Nyongkolan di Lombok? Pecel di Desa Malaka kayak apa sih? Enakan mana sama Nasi Campur yang fenomenal itu? Atau pengen lebih tau apa arti Beruga di mata kami?
Pengen banget semua ditulis di sini but it will be too long hehe. No worries we already did it in diffferent platform! Head for more to my issuu page, di situ aku udah post official booklet Untuk Malaka yang merupakan produksi KKN kami kemarin. Di dalamnya ada karya tulisan dan karya foto dari teman-teman saya, untuk kalian semua. Thank you to our friend Gilang Amy who have been there helping us with the layout haha
Selamat membaca!

Klik di sini untuk baca booklet nya, ya!

xx,
Avi.

Tuesday 28 March 2017

Strolling Around : Lombok

Weren't you visited Lombok for campus social service, vik?
Yep I was there for social service for 40 days. I only add 2 extra days to get myself explore some parts of Lombok (which is not enough hahaha) but I hope this post will help you if you want to take peak of that one beauty island!

Jadi selepas KKN Januari - Februari lalu, aku dan beberapa orang teman menyempatkan buat keliling di beberapa kabupaten lainnya selain Lombok Utara. Dalam satu setengah hari kami mampir ke beberapa tempat di kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur.
Kenapa nggak Lombok Barat atau Kota Mataram?
Selama KKN, kami sempat bolak-balik ke Mataram, juga Senggigi, untuk mencari keperluan yang adanya di wilayah perkotaan. Desa Malaka, tempat program KKN kami kebetulan berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Barat, karena Lombok Utara merupakan pemekaran dari Lombok Barat tahun 2008. And believe me meskipun wilayah pemekaran, kabupaten-kabupaten ini luasnya ngga nanggung-nanggung dan jalanan nya nyaman banget buat dipakai berkendara.

And here are some places that we managed to visit in the rest one and a half day...

1) Desa Adat Sasak Sade
If you're one of those kain Indonesia lovers, you surely have to come here! Warga di Desa Sade emang pekerjaan utamanya bikin kerajinan kain tenun dengan motif-motif khas Lombok.

Di sini ada macam-macam motif dan ukuran kain yang bisa kamu pilih mulai dari tenun ikat, tenun songket, batik, sampai kain sarung. Di Lombok, terutama di daerah-daerah yang masih menjunjung adat, baik laki-laki maupun perempuan kebanyakan beraktivitas sehari-hari mengenakan sarung.

Kain-kain khas Lombok juga banyak dijual di pusat oleh-oleh atau tempat wisata sih, but one thing for sure if you came here kamu nggak cuma bisa jalan-jalan atau beli oleh-oleh aja, you can ask about the making process and even try to weave it by yourself! Di Desa Adat Sade, benang yang dipakai ini dipintal dari kapas and they made it by themselves. Finally I can see real traditional yarn spinner wheel like the one Aurora has in Sleeping Beauty movie hahaha. By the way, pewarnaan dari kain-kain ini juga menggunakan bahan alami, yaitu menggunakan bahan dari berbagai macam tanaman, tapi warna yang dihasilkan sangat kaya.

Sasak women are not allowed to married before they're expertising this skill.
Can you imagine how many kain tenun she have made her whole life? A lot.
This one was beautifully captured by Fatikha (go check @tikaasteria on Instagram)

Sesuai namanya, Desa Adat pasti punya rules tertentu buat warganya, nah lucky us karena di Desa Sade ini selalu ada guide yang mendampingi kita mengelilingi desa dan juga menjelaskan adat yang ada di sana. Misalnya, nggak semua bangunan di sana itu adalah rumah tinggal, ada juga yang digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan adat yang berlaku.

Kamu juga bakalan diajak masuk ke bale atau rumah khas suku Sasak. Fun fact that have been told since long ago; mengepel rumah dengan kotoran kerbau is real and the genious thing is nggak ada baunya sama sekali! And the nice thing to see is semua orang pasti kenal satu sama lain dan kalau saling ngobrol they're looking like having family bond to each other. Di sini, penduduk bicara menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Sasak, kalau kamu pengen tau, guide di desa Sasak nggak akan segan buat ngajarin kita ngomong pakai bahasa Sasak loh.




Desa Adat Sasak Sade ini juga mudah dijangkau, karena letaknya di pinggir jalan utama. Kalau kamu menggunakan transportasi pesawat menuju Lombok, perjalanan dari Praya (Lombok International Airport) menuju desa Sade bisa dibilang nggak memakan waktu lama, it's only 30-40 minutes away! Kalau kamu menuju ke arah tempat wisata lainnya di daerah Lombok Tengah, kamu bakalan ngelewatin desa adat ini, juga Desa Adat Sasak Ende. If you have time, do visit both of these cultural places. So the route (if you're coming from the airport in Praya) will be Desa Adat Sasak Ende at the right side, and not too far from there Desa Adat Sasak Sade will be on the left side of the road.

Oh ya, sebetulnya Sade adalah dusun, yang terletak di desa Rembitan, jadi nggak akan butuh waktu yang lama kok untuk mengeliling nya.

Bale (rumah adat suku Sasak), atapnya terbuat dari alang-alang atau jerami, dan dindingnya dari anyaman bambu.
Wrapped up in Sasak traditional culture, believe me, this village is super pretty!







#sometravelnotes you might want to use:
- Trying out to wear Lambung & Pegon (Sasak traditional clothes for women and men)? Yes youc surely can do! Kamu  bisa berfoto dengan memakai pakaian suku Sasak beserta atributnya, di desa Sade, it costs only IDR 10.000

- Kain prices are variative, it depends on the types of the fabric and it size. I think it's around IDR 40.000 up to IDR 400.000. Kalau kalian suka koleksi neck scarf, kalian bisa tawar dari IDR 45.000 per kain, jadi IDR 100.000 untuk 3 lembar kain.

- Looking for other pretty things? Di sini ada banyak pilihan kreasi kain yang lain, kayak pouch atau macam-macam tas. But one thing that caught my eyes are bracelets! Gelang-gelang di Desa Sade dibikin dari benang kapas sisa kain tenun and they're all freakin cute! Untuk pouch / tasnya berkisar dari IDR 30.000 - IDR 60.000, sementara gelangnya IDR 5.000 - IDR 20.000. Oh ya, ada gelang akar bahar juga loh, all things handmade :))

- Di sekitar desa Sade nggak ada terlalu banyak pilihan ATM, make sure you bring enough cash kalau emang mau belanja kain atau oleh-oleh lainnya

- Don't forget to give your travel guide some money tip yaa, for they've been really helpful along your cultural trip at Desa Sade.



Thursday 9 February 2017

Wake Up, and Drive Again

Have you ever feel like you're lost in mind, but you're going nowhere?
Well lately I am feeling that way. I feel like I think too much, but those things are not going to drive me anywhere. At some point, I know I have to start the search again.

Anyway, I am entering my (supposed to be) last semester in college this month. Wow. I can't count how many times I started a post talking about how time flies super fast and how I keep myself blown away by that fact.
It also happened just a few days ago when I realize less than 2 weeks my Kuliah Kerja Nyata (campus social project) is finished and I just got to be ready to hang out with thesis, Thesis, brada, no more papers. Senior year alarm's getting real.

On the proccess of myself realizing that any clock's ticking as fast as The Rabbit's, I stop for a while. Have you read my latest post before this one? Well that's part of this thing, too. Looking back at my journal kind of reminds me of how myself used to have a full fuel to go on anything that I've been through. Pernah nggak sih, ngerasa santai ngelakuin sesuatu, tapi kosong aja di depan. No lights, but you feel okay. No direction, but you believe there shall be some new ways.

Mungkin, karena aku tipikal manusia yang somehow stick with plans, jadi kepikiran selama ini hal apa aja sih yang mengantar aku ke pintu-pintu opportunity? Hal apa aja sih yang bikin aku excited on doing things? It's not that I can't cope with improvisation, but seeing my other self directing from the front is feel a lot more soothing.

I have been looking, but end up lost again.

Sampai ketika Kuliah Kerja Nyata ini berjalan, dan aku bertemu dengan banyak sekali hal baru. New team mates, whole new place with new people, adjusting on new habits. So many new things. Which is good, for my brain need to be refreshed by surprises. And I already washed the tought about 'my driver', sampai akhirnya tiba saat program pemutaran film anak di salah satu sekolah dasar.
Ada salah satu anak yang berani bercerita ke depan, and we gave him a mini notebook. Sewaktu pemutaran sudah selesai, dia tinggal di ruang menonton dan asyik mencoret-coret notebook  barunya. I asked him what he's doing, turned out, he draws a graffiti. His name is Arya.

"Arya, kamu suka menggambar?", Arya senyum malu-malu, sambil menutupi notebooknya.
"Arya suka bikin apa?"
"Graffitti."

FYI, program Kuliah Kerja Nyata ini dilakukan di desa-desa berkembang di seluruh Indonesia. Lokasi program ku di Desa Malaka, Kabupaten Lombok Utara. Sepanjang pesisir, sisi kanan kiri jalan dihiasi pantai dan pohon kelapa, ada beberapa pos pengisian bahan bakar eceran dan warung nasi. Yang jelas, tembok dengan graffitti bukanlah salah satu hal yang sering kami lihat di sepanjang jalan utama. I wonder where this kid see one.

"Arya lihat graffitti di mana?"
"Saya lihat waktu jalan-jalan di sana itu."
"Di Mataram?"
"Bukan, di Mentigi sana."

Mentigi merupakan salah satu dusun di Desa Malaka, yang berjarak cukup jauh dari lokasi program kami. Mungkin Arya melihatnya saat sedang main, atau tanpa sengaja melewati gambar graffitti tersebut. But the most important part was when I asked him what he want to do when he grew up...

"Cita-cita saya jadi pelukis kak."

And drawing graffitti is his training. Seeing one graffitti inspires him to achieve that. How if he see graffitti walls all over Yogyakarta, let's say?

I think again, in the next few weeks I might be home already.
What I am going to do, with myself? Furthermore, with my life. After finishing things that I just have to finished, then what?
I remember having this fuel to drive me when I was in high school, dreaming of being this, dreaming of doing that. I can easily pictured myself in near future. Or when I really want to be part of something, I strive, and I did. I can Imagine those stuffs. I always found my 'why' to find my 'way'. Why lately everything has been really blurry?

I think I missed my graffitti walls somehow. Like Arya, I need one dream to pursue. So I can easily picture myself living that dream.

When I have days off, my mom always said that I sleep too much. Maybe she was right. I need to get up, looking for some new reasons to stay awake, and dream again.

Don't you think dream was such thing in that keeps your heart alive?
While you reading this, I might have not found it again just yet, but I know what is the fuel for my next drive.

xx.
Av.

Sunday 8 January 2017

Why I love Journaling

Coming back with New Year spirit!
Been hanging out a lot around Instagram and seeing people sharing New Year energies are quite energizing me as well.

Eventually, dragging back yourself to what you've been doing past years will make you realize something that might have been missing. In my case, why I love journaling and how it helps me go through life, before.

Tiga bulan terakhir semester kemarin sangat padat dan dihiasi dengan ke kampus buat kuliah, ke lapangan buat eksekusi tugas, ke kantor (I am managed to do a freelance job as copywriter somehow), dan diam berhari-hari di rumah ketika temperatur tubuh naik jadi 39˚C.

Having many activities have always been in my dictionary, what haven't been listed is how to keep not only my activity balanced, but my body balanced as well. So my #notetoself to start a new year is to keep myself in balance, what I do and how I am doing it.

Kemarin, aku menemukan jurnal yang aku pakai untuk mencatat semua kegiatan selama tahun 2014. I think 2014 was one of my busiest year. I was starting my 2nd semester, sedang senang-senangnya punya banyak aktivitas di kampus. Kegiatan di kampus mulai intens dan semua notes tentang kegiatan, juga keperluan kuliah ada di satu jurnal itu. That's kind of saver when I forgot to bring my loose leaf in class.

Sewaktu baca-baca lagi catatan yang aku tulis di dalam jurnal itu, sempat amazed sendiri, "how I managed to do all of these stuffs together in a time?". Aku suka membuat monthly calendar di dalam jurnal dan mencatat kegiatan yang akan aku lakukan selama bulan tersebut, and there are months where I seemed never laid. Ikutan jadi panitia OSPEK, aktif di dua UKM kampus yang lagi banyak big project, sampai ngerjain project film bareng temen-temen, Seingatku, dengan kegiatan yang padat itu, aku jarang sakit. Well I feel stressed in some points but reading my journal back is kind of reminding me that I was once super organized.

Journaling make me tend to details, pengingat hal-hal penting yang mungkin bisa kelupaan. I even wrote my note in a question mode supaya inget kalo poin itu harus ditanyakan. Believe me my journaling style is not even readable 😂, sama sekali nggak rapi. But there's no one rule in journaling, some people make it really tidy, some people draw their notes, some people not even have a journal instead they record things that is important. We can do journaling in so many other ways!

Tahun 2015 lalu, aku jadi peserta di salah satu konferensi mahasiswa, in every end of the day, our moderator ask us to do a journaling. Kami diminta mencatat apa yang telah kami pelajari hari itu, for those who wanted to, can share it in front of the forum of 200 delegates. I'd like to keep it for myself but it's good to listen to other people's journal, kita jadi tau hal-hal penting yang jadi highlight of the day itu berbeda-beda bagi setiap orang, sekalipun kita melewati kegiatan yang sama.

Journaling can always be fun. Aku suka mencatat dengan tinta warna-warni atau bikin tanda tanggal dengan bentuk yang berbeda-beda. Jurnal juga nggak selalu berisi hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas kita, it's good to have some separated journal for different notes, misalnya jurnal resep, jurnal untuk lettering, jurnal untuk menulis ide, jurnal untuk menggambar, and many more. Even so, I have tried to divide my journal based on my activites back in 2015, tapi seringkali malah nggak terbawa karena lupa, so I like to keep it all in one book.

I tried to see what is the different thing that I might have done in my 2016 journal, I lost the deets in some parts of my activities. Kenapa akhirnya banyak hal jadi missed, rasanya. Ternyata journaling membantu aku jadi 'timeline police' buat diriku sendiri, funny, it's kind of way to help myself jadi lebih disiplin. Tanpa disadari, having a personalized journal juga bikin aku gampang memahami sesuatu karena directly ditulis saat meeting. I also spill every  ideas in my mind by making doodles or decorating my journal.

Have you experience the same thing? Found thee good side of yourself in an old journal? Guess this year I will journaling more journey, then.
Oh and happy new year!

xx,
Avi