Thursday 26 June 2014

Eatery Review : The Escape Lesson

Hi.
This is the first time of me reviewing an eatery...
Couple weeks ago, one of my friend suddenly have an idea, how if we escape life a little while; quick trip to Jogja. Since we're facing final exam, we said yes. Our brain needs refresh click. And after spent 2 hours of doing girls-knotty-thingy and 1 hour on the road, we finally step our feet in the capital city of Daerah Istimewa Yogyakarta. It's about 2pm when we got there and we're all starving to death. After those "up-to-you" battle, finally we decided to stop by Kongkalikong. Here's a quick review.

Kongkalikong (Dine & Coffee House)
Located at Jl Taman Siswa No 17, Yogyakarta, DIY
Exterior hint: Old-fashioned house
Interior theme: Vintage (♥♥♥)
Cosiness Rate: ✔✔
Serving Rate: ✔✔
Price Range: I lost my notes but I think it's IDR 3K - 56K

This is our table view.
Number 5's food haven't arrived yet, and I had to choose between starving-as-hell-yet-capture-complete-dishes or take-pictures-now-eat-asap-not-caring-about-our-friend-tummy.
Yea we are mean girls -only when we're starving.

Friday 30 May 2014

Awaken

First thing first, I thank Gogirl! magazine for bringing RI (Republik Indonesia) issue for their May edition.

I remember when my dad asked me if the major i choose is under social and political science faculty. He said, "Don't be too political." It's not that my dad dislikes political things, I guess media just constructed his mind too much. Ya kno, many kinds of media are more often proclaim bad news than a good one. But studying media as the main object 'forced' me to more concern about both good and bad substances, including political issues. And the more I care, the more I feel like my brain's lack of political knowledge. Lucky me, I surrounded by knowledgeable environment. They bring this issue in a chitchat so I feel it less onerous.

It's not that I'm getting more political now, believe me I'm the girl who never sit on front-row seat in politics class. But I do care about the real situation. I used to think it's because next July will be my first time voting for President Election, so may be all teens at my age feel the same way. Until I had some convo before the Legislative Election  last April. One of them was this,
Me: Don't forget to use your vote tomorrow, guys!
Le friend(s): Not interesting... We don't even know which one is better than another
Me: But at least you'd use it in a proper way
Le friend: I bet you're one of those Executive Board Student kiddos.

Monday 19 May 2014

2014 : 1st Quarter

Wello.

Been leaving this page for months. It's not about I'm busy surviving my boat moving around deathly triangle of college -cause everyone in college are doing the same. I guess  it's a kind of peer pressure for me being surrounded by great writers, or I'm just afraid that no one likes my post. Slap me now with "who cares anyway you can post anything" mantra.
The deathly triangle

Saturday 1 March 2014

Janji Tak Genap

Solo, 1 Maret 2013.

Hari ke 29. Akhirnya sempat waktu memasukkan irisan batang pohon ini ke dalam amplop.

Hai, teman-teman sesama penulis surat cinta. Berapa surat yang kalian titipkan dalam messanger bag coklat muda milik Tukang Pos tahun ini?
Sudah hari terakhir kedua, aku malu mencantumkann angka 30 setelah tanda tagar proyek ini. Karena banyak hari-hari ku lewatkan tanpa menulis surat cinta. Bukan nya sok sibuk, hanya tidak setiap hari aku bisa duduk berhadapan dengan keyboard sebelum jam 6 sore. Tanyakan juga pada keypad telepon genggam ku, huruf-huruf nya jarang ku salami satu-satu beberapa minggu terakhir.

Teman-teman sesama penulis surat cinta, dunia bilang apa tentang paragraf-paragraf cinta mu tahun ini?
Beberapa orang yang lewat mengatai surat ku hanya picisan, lho. Biasanya aku tertawa untuk membela diri, mengingatkan otak ku jika mereka mungkin tidak melewati sisa 335 hari lain menyimpan rasa kepak sayap kupu-kupu di dalam kotak draf berbentuk hati. Aku juga sering tertawa kecil sendirian, ketika ada yang menyukai surat-surat ku. Padahal surat cinta ku bukan untuk mereka, itulah cinta. Tanpa syarat.

Teman-teman sesama penulis surat cinta, bagaimana surat cinta merubah kisah mu tahun ini? Tidak seperti tahun sebelumnya, aku melewatkan kesempatan membayangkan wajah-wajah tujuan surat ku yang tersenyum membacanya. Rasanya tahun lalu amplop terakhir ku tutup dengan senang yang meletup-letup, kini tidak. Aku harap kalian sebaliknya. Semoga tukang pos yang kalian amati dari balik gorden, memasukkan balasan surat cinta dalam kotak pos depan rumah.


Warmest regards,
from the desire of stopping the ticking clock.

Saturday 22 February 2014

Petrichor

Solo, 22 Februari 2014.

Aroma familiar menyapa hidung, asalnya mengarah pada tanah coklat kehitaman.
Aroma sehabis hujan; damai.

Halo, paket kiriman malaikat Mikail. Rajin sekali datang akhir-akhir ini. Dua hari terakhir, selalu tiba di tengah hari, pukul dua belas lewat sedikit. Dua hari terakhir ini pula, aku hanya melihat mu dari dalam gedung di daerah pusat kota. Diantara buku-buku dan halaman paper yang terasa sangat fals dengan akhir minggu, sapaan mu membuat aku bersemangat untuk segera keluar.

Tadinya sebelum kamu datang, aku sibuk bergumul dengan kata-kata yang minggu depan sudah harus tercetak pada lembar-lembar hvs. Dingin nya angin dari air conditioner, juga dua telinga yang tersumpal tembang-tembang Imagine Dragons hingga Icona Pop tak bisa mengalihkan tangan untuk tidak memijat-mijat dua sisi pelipis. Bahkan sinyal WiFi yang lebih penuh dari pada di rumah pun tidak membuat gumpal daging dalam kepala ku mengendurkan sedikit tali yang mengikat. Kaget mungkin, baru kembali memutar sendi-sendi pemikir nya.

Setelah melihatmu dari sisi lain jendela, aku menyapukan dua bola coklat tua ke seluruh ruangan. Di sudut-sudut nya ada pria-pria cilik berseragam bersama-sama membaca Science Dictionary dengan mata berbinar, ada yang bersandar santai di kursi sambil membolak-balik buku metode penelitian bersampul lusuh, di balik meja sirkulasi beberapa karyawan tergelak gembira dan saling mencicipi bekal pada jam istirahat kantor. Then ask myself why so serious?

Setelah menit-menit terderas kamu turun, itu yang aku tunggu. Ku pindahkan penat-penat tadi sejenak dalam jurnal kuning ku. Bersiap menuruni tangga dan keluar untuk menyapa mu, mempersilahkan untuk singgah pada dua pulmo ku yang sedari tadi menghirup O2 palsu. Halo, petrichor, pengingat rasa relaksasi.


Warmest regards,
Gadis yang kurang paham susunan benzana.

Tuesday 18 February 2014

'Dating' Mr.Postman

Solo, 18 Februari 2014

Sebelum surat cinta tahun ini, aku tidak mengenalmu. Sekalipun username sebelas digit huruf milik mu kerap berseliweran di timeline twitter ku, jari-jari ku tidak pernah penasaran untuk menekan huruf-huruf biru itu. 

Tapi segera setelah ku dengar suara mu melalui Soundcloud, aku ingin mendengar mu bicara di depan mata. Tidak, jangan bicara.
Deklamasikan rangkaian kata mu yang rapi itu, Kak.
Akan kudengar baik-baik cerita mu di sisi kursi kemudi.
Jangan lupa nanti selipkan sedikit tawa kecil mu diantara diksi yang kau pilih untuk ku.
Setelahnya mungkin akan terlihat bayangan wajah ku yang tersenyum dikulum pada kaca jendela Agya milik Bosse Pos Cinta.

Nanti, selagi city car yang ramah lingkungan ini melaju di bawah lampu-lampu kota, tolong ajari aku memilih kata selain cinta untuk mengisahkan cinta.
Atau, beritahu aku rahasia sosok dibalik inspirasi skrip soundcloud mu.
Imbalannya akan ku beritahu juga tujuan surat ku yang katamu enak dibaca, beberapa waktu lalu.

P.S. Mungkin aku akan banyak tanya mengapa beberapa kali surat ku terlewat oleh mu.


Warmest regards,
le new friend.

Sunday 16 February 2014

The Grey Birthday

Solo, 16 Februari 2014.

Selamat hari jadi.

Sungguh hari ini aku ingin merayakan nya dengan mu. Aku tahu telah banyak kejutan yang telah kamu persiapkan untuk menyambut hari ini. Sayangnya kita belum bisa bergembira di bawah matahari karena kado istimewa tak terduga beberapa hari silam. Kiriman sepaket gelas kaca tajam yang menyamar dalam kostum abu vulkanik dengan pita ungu di langit yang hitam kelam. Amukan Kelud pada malam ketiga belas bulan Februari menggagalkan perayaan hari jadi mu.

Aku tahu jalanan telah dihiasi warna-warni banner dengan angka 269 diatasnya. Akses yang lumpuh menggagalkan rencana kita menyambut tamu dari kota-kota tetangga. Warna-warni hiasan itu kini berubah jadi abu-abu, yang meskipun diguyur hujan belum juga bersih, malah mengeras. Hari ini, perayaan festival jenang yang ku tunggu-tunggu pun diundur. Teman-teman ku yang baru saja mengenalmu juga kecewa sekaligus heran, bagaimana dataran sejauh lebih dari 170 kilometer menumpahkan isi nya sampai ke sini.

Kota yang penuh selebrasi, mungkin memang harus kita tahan dulu euforia hari jadi ini sebentar. Semoga esok, tepat pada upacara hari jadi mu, doa-doa dari mulut berbalut masker itu sampai ke atas Arsy.

Kuharap, gunung api teraktif kedua di Indonesia itu tak menggetarkan kaca-kaca pada jendela kamar ku lagi malam-malam mendatang. Karena ia telah berinisiatif mengirimkan hadiah ini, baik nya kita juga mengirimkan doa agar dia dan kawanan di belakang nya kembali lelap dalam tidur yang panjang.


Warmest regards,
from southern rocks under ashes.

Thursday 13 February 2014

Surat ke-366

Solo, 13 Februari 2013


Read this to me, and I'll be come back to you...

Mengutip kalimat mu, Allie. Apa rasanya, kehilangan semua ingatan dari setiap kata-kata yang tertulis dalam cerita mu sendiri? Mengetahui itu kisah nyata, aku takut, kalau-kalau harus menulis nya juga di atas sampul buku catatan ku. Apalagi kalau isi nya akan seindah kisah cinta mu. Aku melihat banyak kisah cinta lewat gulungan pita film, musim panas sering ambil bagian dalam mempertemukan dua cinta. Di atas tanah tempat surat ini ku tulis, musim panas bahkan berekstensi menjadi kemarau. Tapi tak ku lihat juga kemudahan jatuh pada cinta yang sedalam itu.

Aku juga ingin tahu, apa Noah marah pada Tuhan? Zat yang paling berkuasa dalam kisah mu, memisahkan kalian bertahun-tahun dengan takdir si kaya-si miskin. Ia pun sempat membuat hati mu berbelok ke tujuan yang lain. Lalu dengan mudah Ia menduduk kan mu dan Noah dalam satu perahu di tengah danau, mengulang cerita musim panas yang kandas bertahun-tahun. Kemudian menutup nya dengan penyakit alzheimer yang bahkan membuat mu kehilangan diri mu sendiri. Dalam diam nya Noah hanya memindahkan isi hati ke dalam 365 surat yang tak pernah sampai.

Seperti kisah cinta dengan akhir indah lain nya, pahit-pahit banyak sekali terselip dalam kisah mu. Apa semua harus begitu, Allie? Karena sesungguhnya segala ke-milenium-an ini meresahkan, cinta mudah tumbuh kemudian mati di kanan-kiri ku, pahit sedikit, maka cinta tak pernah kembali lagi.

Allie, apa boleh aku berdoa agar Tuhan menghidupkan lagi Noah pada alam bawah sadar kaum adam kini. Supaya nanti, kisah cinta indah bukan hanya jadi milik mu. Supaya, jika saja nanti kalimat mu harus ku tulis di atas sampul buku catatan ku, lagu ini akan berputar di kepala ku; I'll be seeing you in all the old familiar places, that this heart of mine embraces all day and through.

Warmest regards,
From another dimension.

Monday 10 February 2014

Balasan Suratmu

Solo, 10 Februari 2014


Hampir setahun seragam sekolah ku tanggal kan. Selalu saja, aku punya alasan untuk kembali ke gedung warna-warni di pinggir kota itu. Gedung yang dibilang orang lebih mirip Taman Kanak-Kanak daripada Sekolah Menengah. Tentu aku diam-diam tidak terima, ku habiskan 6 tahun waktu belajar ku di sana. Seperti dua sisi mata uang, aku pernah benci dan mencintai nya.

Benci tak perlu ambil bagian dalam surat ini, karena siapa pun pasti pernah benci bangku sekolah. Maka ku ceritakan mengapa aku cinta.
Salah satu nya karena surat cinta. Surat cinta terindah yang pernah ku terima, ku dapatkan dari nya. Sesaat sebelum Ujian Nasional, ku dapatkan beberapa pucuk surat dalam amplop bertahta nama ku. Surat-surat sederhana berisi cinta seorang guru kepada murid. Sungguh baris-baris kata yang tak menjamin aku pasti lulus, namun menyuntikkan morphine untuk menahan kegelisahan ku akan hari-hari yang kata nya penentu itu.

Tak ada satu pun bait pujangga di dalam nya. Tak pula embel-embel gombal yang membuat mual. Sederhana saja, membaca potongan "Untuk anak ku"  di awal surat saja sudah membuat ku cinta. Surat itu juga bukan pengingat bahwa aku harus lulus dengan nilai yang baik, sebagai alibi pendongkrak akreditasi. Dengan sederhana dibungkus nya pesan itu dengan kalimat "Tinggalkan ego, takhlukkan soal-soal itu dengan jujur dan tenang."

Surat-surat itu sampai kini tersimpan di dalam kotak bekas sepatu di kolong ranjang ku. Doa-doa sederhana yang tak pernah bosan ku baca sendiri. Meskipun semua siswa pasti punya amplop-amplop putih itu, aku selalu merasa kalimat penyemangat itu ditunjukkan hanya buat ku. Jika aku bisa membalas, akan begini bunyi surat nya...

"Bapak Ibu, terimakasih sudah penuh peluh menuruti ide ku yang lebih mirip provokasi. Atau maaf mungkin, lebih tepat? Terimakasih sudah menerima aku yang kosong, kemudian di isi sampai penuh -otak, dan hati nya-. Terimakasih sudah menyempatkan diri melihatku dan kawan-kawan menyusun balok mimpi. Maaf, kadang mulut remaja kami pun kerap tak tahu diri. Lagi, terimakasih sekali sudah meracuni pikiran ku tentang indikator harga manusia yang lebih dari sekedar angka."

Segala keluh yang dilontarkan dengan canda, lebih indah di telinga ketimbang senyum yang kaku. Kalian semua punya yang pertama. Saat aku pulang nanti, tolong siapkan telinga untuk mendengar celoteh ku tentang dunia yang sesungguh nya.


Warmest regards,
From a girl who graduates with The Negotiator title.


Sunday 9 February 2014

Deru Menghilang

Solo, 8 Februari 2014.

Vespa putih lewat di hadapan ku, pelan. Air dalam kubangan yang tadinya tenang bergolak sedikit. Mengetuk kotak memori yang tidak dikunci. Pintunya terbuka.

Minggu pagi. Rumah berwarna hijau muda dengan pagar hijau tua terbuka pintunya. Sayup-sayup terdengar suara Nobita merengek manja pada si Robot Kucing warna biru. Suaranya perlahan tersapu deru motor yang tersendat-sendat. Vespa putih itu datang. Lelaki paruh baya di atas nya turun, dengan ceria menyapa ku yang berlari keluar menyambut nya. Sambil membawa bungkusan plastik hitam, dia menanyakan rencana ku di hari Minggu yang berhawa malas. Apalagi yang bisa dilakukan anak usia TK, Mbah?

Dengan semangat ku buka bungkusan dari nya, menyantap nya lahap. Jenang beraneka macam rasa yang sangat aku suka itu tidak pernah habis ku makan. Tapi ia tak pernah absen membawa nya, ku rasa ia suka cara ku memakan nya dengan lahap dan kemudian kekenyangan sebelum tandas. Jenang macam itu sudah jarang masa kini. Oh, mungkin harus ku cari penjual nya Minggu mendatang di Festival Jenang Solo tahun ini, 2014.

Banyak penelitian mengatakan, semakin usia kita bertambah, semakin volume otak manusia mengecil. Begitupun memori di dalam nya, terkikis perlahan. Tapi vespa dan jenang warna-warni tak pernah gagal mengingatkan ku tentang dia, pria yang pintu kamar nya selalu terbuka, mengundang ku masuk dan berpetualang. Ia menyimpan banyak barang antik, yang kini aku juga suka. Sayang, aku tidak pernah tahan wangi inhealer milik nya yang pedas menyengat di hidung kecil ku. Ku rasa aku melewatkan kesempatan untuk mengenal nya dulu, kemudian mengenang nya kini. Mungkin ia akan mengajak ku ke Pasar Antik Triwindu di Ngarsapura, jika ia masih di sini sekarang. Menularkan virus nyentrik nya pada ku.

Aku rindu cerita nya yang tak pernah ku dengar kan baik-baik. Yang di dalam nya selalu terselip tawa bahagia melihat ku tumbuh, menjemput ku di depan pintu rumah nya yang besar namun kosong relung-relungnya. Simbah, jangan lupa jemput aku di depan Jannah-nya Allah ya.


Warmest regards,
Dari perempuan ke tujuh dalam peluk timang mu.

Thursday 6 February 2014

Pied Piper

Solo, 6 Januari 2013.

Angin menepuk halus pipi ku, dingin. Selain suara udara yang saling beradu, hanya ada aku menggumamkan bait lagu putus-putus. Sepi betul jalanan di kompleks perumahan ini, menambah bosan ku kala menunggu seorang teman yang berdandan tak rampung-rampung. Untungnya, sebelum sempat aku lebih kedinginan lagi karena diam, suara sapa mu mampir di telinga ku. Bibir ku refleks menarik kedua sisi nya ke arah yang berbeda, menjawab mu yang tiba-tiba datang. Angin akhirnya punya pekerjaan lain selain menepuki pipi ku, mencoba menyibakkan bagian rambut mu yang tidak tertutup topi. Ku tahu kemudian, kita akan menuju tempat yang sama malam itu.

Dalam hati sudah ku siapkan pertanyaan-pertanyaan tentang gagasan yang pernah kita rundingkan sambil lalu. Rasi bintang mu sering diartikan sebagai si pencetus ide dan pemimpin, begitupun kamu. Aku akan betah berlama-lama mendengarkan celotehan tentang rencana-rencana hebat mu, setiap kata terucap yakin. Aku juga jadi sama yakin nya, atau kita bisa duet? Ku kira, kali ini akan lebih dekat pada realisasi. Sampai gadis manis dibalik bingkai kaca mata menghampiri mu di tempat yang kita tuju.

Ruangan yang dihiasi kain-kain hitam itu sudah terasa sesak. Susah menemukan tempat yang tepat untuk duduk, apalagi menemukan mu lagi, yang lenyap di telan ramai nya muda-mudi kota ini. Terlebih lagi, pencahayaan sangat minim di sana. Meskipun dalam gelap mata manusia menjadi lebih jeli, tak juga ku lihat wajah mu di baris-baris bangku yang penuh. Ternyata mata mu lebih manusiawi dari mata ku, ku dengar panggilan yang khas, berjarak beberapa bangku di arah tenggara. Terimakasih telah memudahkan ku, setiap kali tawa kumpulan manusia disana menabraki dinding dan atap nya, aku mendengar tawa mu lah yang selalu paling keras. Akhirnya ku sempatkan menoleh. Oh, tawa yang dibuat-buat, ternyata. Dan gadis mu, menatap lurus ke depan, tak terkesan.

Dari jarak kurang dari 3 meter, nyawa mu terlihat lepas dari raga.
Kamu tidak disana.

Setelah lampu menyoroti ruangan dengan penuh, angin bergerak mendekat. Lembut kali ini, menenangkan. Aku tidak mencari mu, karena kamu mungkin tengah sibuk mencari diri mu sendiri. Ku rasa angin menepuk bahu ku. Kamu rupanya, dengan senyum yang aku kenal itu. Tiba-tiba aku merasa ingin mendengarkan mu bercita-cita sampai tinggi lagi. Ternyata sapa mu menggantung. Dari kejauhan ku dengar tawa mu yang mengambang di udara, kemudian angin mengeringkan nya.

Aku rasa kamu lupa pada asa-asa yang kemarin dulu terucap, tak pernah ku dengar kamu mengungkit nya, lagi. Aku lupa, rasi bintang mu juga bercerita tentang kamu yang serupa Pied Piper muda, peniup seruling dengan pakaian dengan warna-warni memikat ku kira. Baru ku tahu, Pied Piper punya makna terselubung lainnya, yang terlihat jelas pada mu.



Warmest regards,
From the opposite Arian.



*Pied Piper according to The Free Dictionary, after The Pied Piper of Hamelin: One, such as a leader, who makes irresponsible promises

Wednesday 5 February 2014

Shucks!

Solo, 4 Februari 2014.

Tutup tahun.
Layanan aplikasi pada layar telepon genggam ku memamerkan jajaran "Best App of 2013" di halaman beranda nya. Auto fokus pada lensa mata ku sedang menyala, ku rasa. Burung hijau kecil dengan paruh dan kaki kuning keemasan, menyita perhatian ku. Duolingo. Tingkat kepekaan layar meningkat sedikit tajam, ibu jari ku seperti belum menyentuh ikon, laman berganti dengan cepat. Duolingo : Learn Languages Free. Tagline usungan nya membuat ku segera menekan tombol install. Terutama kata tearakhirnya, free.

Sesegera setelah berhasil, aku mengobok-obok konten nya. Dan aku jatuh cinta. Dari sekian bendera berwarna-warni, kupilih satu dengan kombinasi warna biru-putih-merah. Rindu belajar dalam ruangan berwarna hijau muda yang di dinding serta kacanya memantul gelombang suara, menirukan kembali ucapan sang guru. "Très bien!", kata beliau sesudahnya. Bahasa adalah portal budaya buat ku, aku mencintai nya karena baris-baris huruf aneh itu indah di telinga, dan di atas kertas dalam jurnal ku.

Duolingo membantu ku mengingat kata-kata yang pernah fasih ku ucapkan. Membuka lagi catatan-catatan kecil yang sering ku baca di hadapan cermin. Aku suka bunyi nya. Saat itu baru sempat ku pelajari dasar bahasa baru; sapaan dan perkenalan. Jika bukan karena empat hari terakhir Sekolah Menengah Atas yang mengharuskan pemangkasan mata pelajaran pelarian ku, aku tentu masih kerap bercermin dengan buku di tangan. Menikmati pengucapan ku yang salah kaprah tapi terdengar lucu di telinga.


Level up: Òªa va?


Poin pertama latihan di tingkat baru. Ku buka lagi catatan dalam jurnal ku. Lobus temporal pelan mengetuk lobus oksipital. Memori terangkat, menciptakan gambar visual dalam otak. Di ujung-ujung halaman kertas putih bergaris, menempel sidik jari yang membalik halaman pelan. Bukan pola garis jemari ku. Mata nya menelusuri kata demi kata yang asing, mencoba melafalkan nya satu persatu. Ia suka. Maka dikutiplah satu kata yang sudah lebih akrab di kepala nya, "Bonjour", dengan titik dua dan kurung tutup di belakang. Sesekali ia memulai hari dengan mencoba melafalkan kata halo itu dengan baik, sembari mengetikkannya ke atas layar yang tak lebih dari 4 inci. Niatnya belajar kerap membuat titik dua kurung tutup yang dibubuhkan nya berpindah ke wajah ku. Dengan sok tahu, kuajari beberapa kata yang lebih indah lagi dari sekadar halo. Eh, apa aku sudah memberi tahu nya cara mengucapkan "Merci"?


Dari telepon genggam ku terdengar suara memekakkan telinga. Muncul gambar yang lucu dan caption yang menyebalkan.

Batal naik tingkat. Persediaan hati ku habis. Biar aku belajar dulu, ya?
Au revoir.


Warmest Regards,
From a bowl of noodle soup.

Tuesday 4 February 2014

Remah Makanan Pembuka

Solo, 4 Januari 2014.

Halo.
Aku tidak tahu apa kalian berdua golongan selebtwit. Yang aku tahu kalian sama-sama menulis kisah dalam kumpulan cerita yang berbalut sampul mint yang lembut, Rasa Cinta. Aku suka.

Dalam buku yang ingin ku tahu siapa pemilik kursi dalam potret sampul nya itu, tak kurang dari tiga puluh delapan kisah indah dihidangkan. Namun Alena-Leo dan Aji-Dimas lah yang paling aku ingat. Rangkaian cerita panas dalam mangkuk yang berisi kata-kata sukses mengenyangkan aku. Cerita yang bersambung tersamar milikmu berdua, ingin ku visualisasikan menjadi Loenpia Udang dan Kaya Toast dalam satu piring, yang tak lupa diberi hashtag #foodporn kemudian diunggah, biar dunia tahu. Bila kedua cerita itu dirubah menjadi selayar sinema kelas dunia, bintang yang ku pilih adalah Joseph Gordon-Levitt, dia suka kerumitan yang dibalut dengan sederhana.

Aku tidak melebih-lebihkan. Sebagian besar kawan yang turut membaca, mengembalikan buku dengan menyebut empat nama tokoh-tokoh yang kalian ciptakan tadi. Remah cerita mereka jelas punya tempat di kepala kami.

Tapi belum pernah aku benar-benar menjelajahi tulisan virtual kalian. Sekali dua kali aku main, tapi belum pernah benar-benar berhenti dan membaca nya. Nanti, kalau waktu lapang itu tidak bohong akan kelapangannya, aku akan belajar dari halaman-halaman buku maya mu. Ku dengar, kalian lumayan sering jalan kesana-sini. Pasti di ruang bertajuk blog itu, banyak makanan berkisah indah dari tempat-tempat yang kalian singgahi, kan? Bagaimana kalau cecap-cecap cerita di setiap rasa di lanjutkan, @arievrahman dan @saputraroy?



Warmest regards,
From an appetizer platter.

Monday 3 February 2014

Biru?

Solo, 3 Februari 2013.

Aku ingat, beberapa tahun belakangan, dalam setiap pergantian tahun ada doa yang selalu aku simpan sendiri. "Semoga tahun ini aku tidak bertemu dia, atau orang sepertinya, lagi." Dalam tahun-tahun itu pula, subjek doa ku berganti. Aku juga pernah menyebut nama mu diantara nya. Aku memang cupu, menjadikan tahun baru sebagai garis awal marathon ku. Semata supaya aku tidak berlari sendirian. Banyak orang memulai hal baru di awal tahun, kan? Dan berkali-kali pula doa itu selalu gagal.

Apa kamu tahu? Butuh melewati satu pergantian tahun, untuk sadar bahwa tahun lalu doa itu berhasil. Aku tidak bertemu dia lagi, paling tidak bertemu secara sengaja. Tapi Tuhan tidak rela, malam tadi Ia mengingatkan aku. Remeh, dinding biru.

Pudar, tapi ceria. Dinding kamar nya yang ber cat biru laut. Kesan nya bersih, rapi, kesan nya dia sekali. Sempit, tapi lapang. Setiap sudut penuh benda-benda kesukaan nya. Aku yakin kamu sudah tahu. Dan aku pernah sangat benci, karena kamu tahu lebih dulu.
Pada dinding itu, dia pernah ingin menggantungkan rekaman cahaya. Begitu bunyi puisi pertamanya. Kata nya aku ini virus, yang membuatnya ikut terjangkit mencoba menulis puisi. Sayangnya tak tahan lama virus ku menyerang nya. Kamu juga pasti tahu itu, karena dinding biru segi empat itu lebih akrab dengan mu. Aku tidak benci, karena aku tidak betah berlama-lama di dalamnya. Aku lebih suka memberi nya ruang.

Tahun-tahun setelah kamu datang dan kemudian pergi, dinding biru itu kini pindah di antara kami. Batas keras yang aku minta sendiri dari Tuhan. Jendela dan pintu nya pun hilang satu demi satu. Dinding biru nya jadi dingin. Aku curiga apa dia tak ceria lagi.
Tahun ini, aku tidak berdoa. Aku berhenti menjauhkan diri. Bahkan aku ingin bertemu kamu lagi. Dia, aku juga ingin bertemu. Sekedar tahu apa dinding biru nya yang lapang, sudah berubah jadi penuh figura. Tapi aku senang, bertemu kamu sepersekian detik, mengingatkan kalau dinding biru pernah lebih aman dari dinding yang lain.


Warmest regards,
From the x-file you won't forget.

Sunday 2 February 2014

02/02

Solo, 2 Februari 2014.

Walked in and expecting you'd be late, but you got here early and you stand and wave.
I walked to you...


Suara lembut Taylor Swift menyapu ruangan yang belum begitu penuh. Ku lirik arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiri, pukul tujuh. Kamu menanyakan apa sudah waktunya aku pulang. Ku tahan tawa dan menggeleng pelan. Kita memang tidak pernah benar-benar saling kenal.

Tawa ku meledak ketika kamu bertanya kenapa baris gigi ku masih asimetris. Mencairkan sedikit kaku tahun-tahun tanpa temu. Aku tertawa karena tahu ada orang yang begitu bodoh untuk menyadari letak gigi ku, empunya saja tidak pernah sadar sebelumnya. Tapi aku suka, kawan lama yang aku rindu canda nya.

Jam-jam berikutnya kita habiskan dengan seloroh-seloroh sarkastis yang khas, yang tak pernah ku sadari begitu menyenangkan jika dilontarkan secara langsung pada mu, tanpa dinding virtual seperti biasanya. Malam itu, dibalik kekesalan ku karena kalah main game melawanmu, ku telan semua prasangka buruk ku tentang mu. Maaf ya, tapi beberapa teman memang bilang kamu berubah menyebalkan. Tapi di atas bangku yang terhalang meja kayu itu, aku melihat kamu yang masih sama. Masih dengan sikap lugu mu yang dungu.


And you throw your head back laughing like a little kid...


Untuk kedua kali nya, suara Taylor Swift merajai ruangan yang kini hampir penuh. Di koridor mulai tampak beberapa orang mengantre menunggu meja yang kosong. Tempat ini memang selalu ramai, apalagi Sabtu malam. Dan kita belum bosan bercerita, tentang kisah lucu masa lalu, hingga mimpi-mimpi masa depan jangka pendek kita yang mirip. Tapi, apa kamu tahu? Ada hal-hal yang tidak aku ceritakan malam itu? Di setiap sesap minuman yang aku pesan, ku telan kekaguman ku pada kepiawaian mu memainkan kata-kata. Kamu mudah besar kepala. Terlebih bila kamu tahu aku suka sajak-sajak yang kerap singgah di baris-baris kicau timeline twitter ku. Aku tidak tahu itu untuk siapa, aku hanya suka. Seperti sepotong terimakasih yang kamu kirim kan pada ku beberapa hari sebelumnya. Diksi nya begitu pas selaras, sampai aku bingung membalas. Meskipun sudah jarang aku melihatmu bersajak lagi. Mungkin dulu saat masih sering, kamu hanya menyamai mantan kekasihmu yang juga pandai berpuisi.

Koneksi kita kemudian terputus karena banyak hal, kala itu. Berbulan - bulan setelah temu kita yang terakhir, mulai ku dengar yang tidak-tidak lagi tentang kamu. Aku menyayangkan nya, karena aku tahu kamu lebih baik dari yang mereka katakan. Belum lagi,aku ingat luang waktu menyenangkan yang kamu sisihkan waktu itu, di tengah sibuk mu. Sebenarnya, selain sapaan mu yang terakhir kali,  aku sudah lupa, sampai tetiba kamu melintas di lini masa. Mengingatkan aku pada hari yang sama, dengan beda empat digit angka di belakang. Halo.



Warmest regards,
From a slice of chocolate brownies.

Saturday 1 February 2014

PAREIDOLIA

Solo, 1 Februari 2014.


Aku bingung, surat cinta pertama harus kutujukan  untuk siapa. Pada langit, atau pada Tuhan?
Aku jatuh cinta pada langit, tapi langit itu milik-Nya...

Pagi ini aku tak lupa melihat ke arah mu, memastikan kamu masih di sana. Awalnya aku hanya melakukan nya setiap pagi hari. Tapi kemudian aku tak tahan untuk tak melihatmu setiap saat. Kamu indah. Orang-orang sekitarku mulai jengah, ketika kepalaku menengadah. Karena setelahnya, aku akan senyum-senyum sendiri dan -menurut mereka- aku tidak lagi berada di tempatku. Ya, aku memang tidak sabar untuk terbang ke tempat mu. Aku seekor burung kecil yang belajar terbang sendirian, demi sedikit lebih dekat dengan kekasih nya.

Endah bilang, dalam lagu When You Love Someone, ketika jatuh cinta, orang tak akan sabar menunggu malam tiba dan bertemu kekasih nya dalam mimpi. Aku tidak. Aku tak pernah bisa melihat mu dengan jelas dari kota yang menanam banyak sekali tiang lampu. Seorang teman pernah menunjukkan padaku foto langit malam yang ditangkap dari kamera nya, indah, aku melihat mu. Sayangnya, untuk dapat melihat secara langsung, aku harus pergi ke dataran tinggi dan menunggu sampai tengah malam. Mendaki gunung dan melawan dingin demi melihatmu di malam hari? Nanti sajalah, bekal cinta ku belum cukup.

Tapi aku khawatir, akhir-akhir ini langit berwarna abu-abu serupa tukang tipu, yang tidak pernah hitam ataupun putih. Aku jadi jarang melihat mu, jadi senewen seperti ibu-ibu yang pakaian nya tak kering-kering karena hujan turun tak tahu waktu. Angin juga sering mengganggu, maka lewat surat ini, aku harap kamu baik-baik saja.

Atau mungkin, cuaca buruk adalah tanda supaya aku berhenti menatapmu? Karena jujur saja, seiring waktu Pareidolia yang parah ini berbeda rasanya. Aku memang meihat senyuman dikulum mu yang lucu, wajah tertawa mu yang bodoh itu, dan tangan kita yang bergandengan kaku. Aku memastikan kamu ada di lembar biru milik Tuhan, mengawasi aku dari atas. Atau, aku memang tidak sedang jatuh cinta? Mungkin, pareidolia ku berbentuk cinta, karena aku ingin tetap jatuh cinta? Entah kenapa aku lebih yakin kemungkinan kedua.

Tapi aku akan tetap melihat langit pagi, besok. Untuk memastikan apa kamu memang tepat berada di atas langit kota ku, atau kota gadis-dengan-pareidolia  yang lain.



Warmest regards,
From a chickadee in love with the sky.



*Pareidolia yang dimaksud: melihat / menganalogikan bentuk-bentuk tertentu di langit, misalnya awan / gugusan bintang dengan bentuk yang familiar.

Saturday 18 January 2014

New Page : On The Go


I've finally moved all the #30HariMenulisSuratCinta 2013 letters from my tumblr!
Hooray to that!

If you want to read those letters, you can find it on the 2013 Archive here :)

A little flashback stroke me when i'm moving it. I giggled and smiled to myself, I even feel "gosh it was so cheesy!". But by doing the challenge i find that I'm a real real human. Like, my feeling changes everyday, i can be really poetic, then i post applesauce writings another day.
I started the challenge building "upset feeling" in my letter by remembering things that broke me down, you know, some people said "sad people write". But in the journey i found that love letters isn't always about the love i've missed or the love that i'm dreaming of.
Letter isn't always about a thing or a person that wasn't here, i mean, i can send my letter to anyone besides me and it feels greater.

Well, you might found the letter that really means nothing, that was a time when i'm stuck and really don't know if there's a good thing to put on my letter. But at the end of the day, i know that i have to write something, anything (God why i can't have this thought everyday outside the challenge thing?).
The sad thing is when i re-read it, i didn't feel the same way as i write the letters that time. But changing is normal, especially when time is taking a part.

The challenge last year -which is my first year- was really fun, wake up in the morning and had to write the letter right away while i have no idea. Sometimes I woke up late realize I don't have time to post a letter and send it to the postman, but i have to done that, because they won't read a letter after 6PM and I usually came home at 5PM or more. There's a time when i save my letter in draft and post it tomorrow or bring my laptop to school, lol i was very intent, thanks to Bosse and Pos Cinta team for that.

Maybe some of you will looking for some dates missing. Yep we didn't post our letter on blog every Friday, cause Friday is the day of anonymous letter. So it's the job of our postman to deliver it and keep the sender in secret. I got my anonymous letter re-posted twice you might read it here, but you have to find which one is mine cause a secret remains a secret :p
Few of my daily letter also has been re-posted by Pos Cinta on their project blog but I forgot which one too, just read their blog and you'd go through amazing love letters from all over country.
I also couldn't keep myself focus on several things in a time so I didn't post a letter some days, and I intend to fix it this year -Amen to that. This year's challenge started at 1 February 2014. I gotta prepare this brand new blog and signing up ASAP. And i hope i could bring nicer letters to you people, cause next month would be one of the busiest.

Wish me luck


As excited as Sugar Rush Princess,
Avi