Pagi, para pecinta.
Saat surat ini ku tulis, pasti kalian masih lelap. Aku tahu. Ini surat yang kalian pinta, dalam balut putih abu-abu, kala temu tak perlu terhalang rindu.
Kita semua payah menceritakan kisah-kisah cinta. Kamu yang terjebak di masa lalu, kamu yang terhalang restu, kamu yang terpisah jarak, kamu yang tak bisa bilang cinta. Juga aku, yang selalu mencinta diam-diam.
Ingat tidak, kala plot cerita cinta ku sampai pada sebuah seremoni pembukaan sebuah acara olahraga di pusat kota? Aku tak suka mengingatnya, tapi aku senang pernah melihat kalian berdiri menunggu aku di antara kerumunan, hanya untuk menepuk pundak ku dan berkata, "Tidak apa-apa".
Aku juga ingat, kala waktu ku tak banyak ku habiskan di rumah, dalam sempit nya ruang temu, kalian tak lupa mengingatkan, "Pulanglah. Keluargamu merindu.".
Pada sua yang kita curi beberapa bulan sekali, kalian selalu bertanya, "Bagaimana, sudah adakah penulis kisah cinta pada lembar baru mu?" dengan nada mengejek. Ku kembalikan pertanyaan itu, lalu mengalir cerita-cerita cinta milik kalian.
Tahuilah kalian pula yang aku takutkan untuk berbagi cerita cinta, kini.
Karena cinta di dalam lingkaran kita juga kendur tali pengikatnya. Takut ku cinta yang kita bangun, luruh pada jarak. Luruh pada waktu. Luruh pada cinta-cinta lain.
Bisa tidak ya, kita satukan cinta tanpa ada temu-temu non-virtual yang menuntut tunggu?
Untuk Alijza, Bima, I'am, dan Sami.
Yang sibuk mencinta, meyakinkan cinta, mempertahankan cinta dan mencari cinta.
Tamu-tamu riuh di rumahku.
Dari Avi.
No comments:
Post a Comment