Monday, 9 February 2015

Layar Berpendar

9 Februari 2015


Hai, kawan yang lama tak kudengar suaranya. Surat ini adalah sebuah undangan; untuk memenuhi janji yang dibuat oleh mu. Yang sayangnya hanya teringat oleh ku.
Jika janji itu adalah rangkaian promosi sebuah film, inilah cuplikannya. Sedikit memberi tahu mu, undangan ini perihal apa.

Waktu itu hampir senja, semesta sedang ramah. Meskipun gerimis mulai jatuh, langit tak mau kalah dengan mengatur warna biru elektrik. Gumpal awan putih bersih bergandengan di atas kita, mencuri perhatian ku atas arum manis warna merah jambu yang sempat ku bilang "warnanya lucu", dan kau sambut dengan "mau beli?". Dalam perjalanan yang tak sampai 1,5 kilometer itu kamu berjalan buru-buru, aku seperti biasa, belum bisa menebak ritmenya. Seperti biasa pula, kecepatanmu berkurang, kemudian.
Adzan mulai bersahutan, saat kita sampai. Sayang, tujuan kita tak terkejar. Untungnya, sesaat setelahnya kita dapat tempat. Berhambur kita berduabelas ke dalam ruang yang luas, terpisah berebut masuk melawan ratusan kaki yang berjejal. Lalu disanalah kita, nyaris di baris terbelakang, sedikit beruntung.
Lalu kita bertukar prespektif atas ia, yang kemudian ku tahu argumen mu banyak benarnya. Senyum mu merayakan kemenangan atasnya, layar berpendar kita yang pertama.

Apa kabar, layar berpendar berikut yang terlanjur tertulis dalam baris agenda?



Dari Aku yang sempat terlelap bosan.

1 comment:

  1. Membaca suratmu dengan secangkir kopi memang begitu nikmat, tak mampu berhenti :)

    ReplyDelete