Saturday, 7 February 2015

Kualamatkan Kemana

7 Februari 2015


Siang ini aroma petrichor menggelitik hidung. Hujan menderas. Ku harap langit berdamai saja di bawah 'arsy. Paling tidak selama lima ribu seratus, atau mungkin enam ribu enam ratus detik ke depan. Seperti biasa, dalam kepala muncul kekhawatiran-kekhawatiran yang tak perlu. Yang bahkan tak ku tahu. Semoga catatan ekspedisi milikmu baik saja hari ini.

Mungkin pada sepertiga malam, atau beriringan dengan waktu senja pergi, kaki-kaki mu akhirnya memeluk tanah yang ia rindu. Ataukah, kau rindukan juga?
Ku beri tahu satu rahasia, dalam kepalaku spekulasi berebut bersuara. Lobus frontal pada otak ku memutuskan untuk tak melanjutkan perintah pada mulut untuk mengeluarkan bunyi. Aku diam lagi.

Aku ingin tahu, apa angin kota ini akan membelai rambut mu yang tak pernah terlalu kering, mengelus lembut pipi mu hingga terangkat membentuk lekukan senyum? Atau akankah ia berhembus marah, merusak tatanan mu yang tak rusak meski peluh jatuh, gambaran jarak tempuh yang jauh.. Jika ia menyambutmu dengan marah, percayalah, aku tak ambil bagian.

Namun, akankah rindu mu berakhir disini. Ataukah ia bermula lagi dari sini? Yang manakah rumah sebenarnya?


P.S. Lantas, harus kualamatkan kemana surat penuh tanda tanya ini?



Dari 255 melalui Bentala.

1 comment:

  1. Nggak bosen nih baca suratnya, kalo udah suka jadi nyaman :)

    ReplyDelete