Friday, 11 August 2017

Strolling Around : Desa Malaka, Lombok. A Prequel.

This story should've been posted first, dan udah kelamaan banget menunggu dilengkapi di dalam draf. Finally it's here :)

Experiencing a new culture is challenging yet thrilling.
And it's months away from the time I'm staying in Lombok Utara, and once again that wasn't a vacay so we're not actually 'chill' there. Tapi karena salah satu program kerja kami berkaitan dengan branding pariwisata, jadi lah tim program ini eksplorasi potensi alam dan budaya di sekitar Desa Malaka, Pemenang, Lombok Utara, and now I'm sharing it with you!


So first thing first!
How do we get there?
Ada dua opsi yang bisa digunakan jika kamu berangkat dari Solo seperti kami, menuju ke Lombok. Pertama jalur udara, dari Bandara Adi Sumarmo di Boyolali (SOC) pesawat take off pukul 06.00 WIB dan tiba di Bandara Lombok Praya International (LOP) di Praya pada pukul 08.15 WITA (1h15m). One of early morning flight advantage was we've got to see a breathtaking view of East Java & Bali from above! But when I'm writing this, the only direct flight from Solo to Praya that available is a night flight (21.30 WIB), begitu pula dari Praya ke Solo. I am not sure if this schedule shift is due to the changing weather conditions or any thing, but if you live around Central Java, Yogyakarta or East Java, you can fly from Surabaya because they have so many direct flight to Lombok in a day (8 flights, the last time i checked!).

Morning flight is a bliss

Look! We're almost landing!


There is another option that part of our team tried; a road trip! Dari Solo kamu bisa menaiki kereta tujuan Banyuwangi sekitar pukul 08.00 WIB dan sampai pada pukul 21.00 WIB malamnya. Setelah itu paginya menyeberang ke Bali (Pelabuhan Ketapang - Pelabuhan Gilimanuk), and you can travel across Bali by car / minibus until Padangbai port, then hop into a ferry boat to Lembar port of Lombok. If you're open to this option, make sure you're body is in a very fit condition because it will be a quite long trip to get there.

Oiya, sesampainya di bandara, kalau kamu belum punya tujuan utama, make sure you grab a free copy of The Lombok Guide. The Lombok guide ini adalah bi-weekly magazine yang isinya news terutama yang terkait culture & tourism, places to go di Lombok, informasi akomodasi sampe peta dan rute perjalanan pesawat! #LocalMovementPride

Untuk sampai ke Kabupaten Lombok Utara, kami menaiki bis Damri yang tersedia di area Bandara. Bis ini berangkat beberapa jam sekali menuju ke beberapa tujuan, make sure you ask the information center first for the schedule & buy the ticket. Dari Praya (Lombok Tengah), bis ini akan melewati ibu kota Mataram, kecamatan Ampenan hingga pemberhentian pertama di Senggigi (Lombok Barat). Untuk bisa sampai ke tujuan kami (Desa Malaka), kami terlebih dulu menyampaikan ke kondektur bis sebelum naik, jadi setelah berhenti di Senggigi, bis melanjutkan perjalanan ke arah Bangsal, yang akan melewati Desa Malaka. Dari Praya ke Sengigi, biaya tiketnya seharaga Rp 35.000, jika perjalanan nya dilanjutkan, kamu perlu menambahkan Rp 35.000 lagi. Perjalanan dari Praya menuju Desa Malaka kurang lebih memakan waktu 2 jam. Opsi lain, kamu juga bisa menyewa mobil yang memungkinkan untuk perjalanan yang lebih santai tapi mungkin juga akan lebih pricey. Oiya, kalau melakukan perjalanan darat dari Bali, angkutan umum yang tersedia umumnya hanya sampai ke Sengigi, so you can continue the trip by riding Damri bus or a taxi.

Now off to the highlited places:

Desa Malaka
Desa Malaka ini merupakan pintu gerbang Kabupaten Lombok Utara. Kalau ke Lombok dan main ke sekitar Senggigi, sebetulnya sudah dekat sekali untuk sampai ke Desa Malaka. Kalau di daerah Senggigi lebih banyak turis yang seliweran di sekitar kafe-kafe di pinggir jalan sampai ke resort yang ada private beach nya, memasuki Desa Malaka, tepatnya di dusun Klui, mulai terasa lebih tenang dan sepi. Masih ada satu-dua resort dan hotel di kanan kiri jalan, tapi lebih banyak yang bertema etnik.
Desa Malaka is a real large village, I can say! Kalau kamu berencana pergi ke 3 Gili dan melewati Senggigi, pasti bakalan ngelewatin landmark Desa Malaka, deh. Di sini banyak turis yang berhenti buat turun ke bukit liat sunset or just enjoying the breeze. Pst landmark ini dibangun bersama-sama teman KKN Universitas Sebelas Maret tahun 2016 lalu, lho. You can spot it quick down here.

Di Desa Malaka ada 12 dusun yang terletak di area perbukitan dan pesisir pantai.My first impression when I arrived there; this place is clearly how I imagine an island-life is. Kami sampai sekitar pukul 12 siang, yang ada di kepala waktu itu OST. film Moana - How Far I'll Go.. Because all I can see is limitless blue sky with a full of sun shine and white fat clouds meets the clear sparkling blue sea. Dan setiap kali kamu jalan di pinggir pantai di pagi hari, bakal ada nelayan yang menepi pulang dari menangkap ikan di laut dan banyak kapal-kapal kecil yang berlayar di sekitar situ. Malaka sendiri berdiri di kelilingi kebun kelapa yang luas banget, ijo di mana-mana berdampingan sama biru laut. Uniknya di desa ini warga nya banyak memelihara burung dara, dan ada adat di mana warga antar dusun saling melepaskan burung dara ini ke udara rame-rame, can you imagine that festive play in the air?! Sayangnya sewaktu di sana kami belum sempat menyaksikan. Well, maybe next time...

Here are some picture to complete your visualization. These photographs below are taken by my talented photographer fellas; Tiki, Asta and Aghniya :)


Pantai Nipah dari atas bukit Nipah. Bukit ini letaknya di belakangnya landmark Desa Malaka.


Can you spot one of the Gili there?

Mereka bilang, Malaka Desa Seribu Kelapa.
Yang ini diambil dari atas bukit Malaka. I've shared the story on my instagram dan cerita behind the scene nya di sini.

Pantai Pandanan

Rata-rata di sepanjang Desa Malaka, ada daerah landai yang luas kayak gini sebelum pasir pantai 

Di siang hari, nggak jarang ada warga yang memancing ikan nggak jauh dari pantai, kalau sore banyak juga yang latihan surfing di sini.

And that is what we got to see most of the time, setiap ke kecamatan untuk membeli keperluan rumah tangga maupun program kerja. Nggak semua pantai dekat dengan pemukiman, sih. Di Malaka kamu bisa beach hopping dari ujung desa (Klui) ke ujung lainnya (Teluk Nare), dengan pemandangan yang beda-beda sambil minum air kelapa muda atau makan ikan bakar! The only thing that make me sad here adalah harga bahan kebutuhan pokok di pasaran lebih mahal dari pada di Jawa (apalagi di Solo), apalagi di Desa Malaka udah jarang banget ada angkutan umum yang lewat jalan utama, sementara kalau mau naik ojek ke pasar di kecamatan juga nggak murah. Jadi kebutuhan yang nggak bisa di dapat di kebun, ina-ina (ibu-ibu) di sana memilih beli bahan masakan di tukang sayur atau di warung. A note to be thankful for everything we have in the place we live.

Pas awal-awal datang, banyak ibu-ibu warga ngasih tips "kalo pagi ke pantai, bantu nelayan menepikan kapal, siapa tahu dapat ikan" hahaha. They're so generous, kami sering dikasih hasil tanaman di kebun mereka, buat tambahan lauk di posko. Di sini kami jadi tahu daun kelor bisa dimasak jadi macam-macam olahan masakan kayak sayur bening dan ada yang diolah bersama parutan kelapa juga.  Warga di desa Malaka nggak asing juga sama wisatawan yang mau tinggal di area pemukiman warga, ada warga yang memperbolehkan rumahnya disewa untuk ditempati, whether you're a local or foreign tourist, they will be open if anyone wants to blend and experience everyday life as the locals.

Di pagi hari, temen-temen yang lewat rumah warga suka diundang mampir untuk ngopi di beruga. Beruga ini semacam saung / gazebo yang ada di setiap rumah di Lombok. Beruga adalah tempat tuan rumah menyambut tamu, bercengkrama dengan tetangga, rapat pengurus dusun, juga tempat mengaji anak-anak selepas shalat magrib. You can see what it's look like on our lens recap. Video ini adalah salah satu output program KKN kami. Selain pantai-pantai dan kebudayaan di Desa Malaka, kami juga sempat merekam lanskap Lombok Utara dari Gili Trawangan, dan mengunjungi teman-teman KKN UNS yang ada di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan. Di Gumantar, kesenian Presean masih rutin dipentaskan loh. Sure you want to check that on your Lombok trip bucket list!

If you can't play this video, please head to our Youtube channel.
Pst lebih seru kalo nonton via desktop loh!

Di tautan Youtube di atas, kamu juga bisa lihat rekap singkat dari program-program yang kami lakukan di sana. Be sure to come by :)

Di Malaka, warga berbicara dengan bahasa Sasak, apalagi anak-anak yang belum sekolah. So it's a great opportunity to learn new language here, dan justru belajar bahasa Sasak kami dapatkan kebanyakan dari anak-anak di sekolah dan lingkungan tempat kami tinggal. All hail buat teman-teman se-tim ku yang prodinya Pendidikan dan Psikologi, they're really could get along and handle the languange differences very well!
"Bukan begitu kak", kata Kartini yang ngajarin aku main karet tapi ga bisa-bisa. This one is taken by my friend Satrio.

If you read my latest post, aku cerita kalau di daerah Lombok Timur temperatur terasa lebih panas dibandingkan di Desa Malaka. Mungkin pengaruh letaknya Lombok Utara yang berbukit-bukit, juga memasuki wilayah gunung, iklim nya lebih sejuk. Meskipun gitu, karena tinggal di sana bulan Januari - Februari, di Malaka sering hujan, kadang di pantai langitnya jadi kelabu, but we still go anyway, spot the glommy sky on our pictures above? Tapi sekalinya langit cerah, the happiness is doubled! So if you're a fan of sun-chasing game, you might get the best time to enjoy sunrise & sunset in the middle of the year, pas lagi musim kemarau bulan Juni - September gini..
It's in the middle of the day and it's cloudy, but who can stand the pretty scenery?
Well, even if we know that we have to bare with our dirty laundry :')
And this is what you get at the end of the day when the sun is out. We really are craving for this, every single day. Selain karena bikin tadabur alam, sinar matahai sore membantu mengeringkan cucian kami yang nggak kering-kering kala mendung dan hujan berhari-hari hahaha.

That "what are we doing now?" pose.

Near or far from the sea, sun set is the moment to be grateful for.

Dan malamnya, karena polusi cahaya masih sedikit, bintang-bintang keliatan banget kayak adegan Sherina - Sadam kabur ke Bosscha di Petualangan Sherina. And that was the perfect time to bring our guitar out and sit right by the ocean singing together, while watch the sparkling Gili Trawangan which is really contrast with the night situation in Malaka; quiet and peaceful.


Quick Fact:
Malaka deket banget sama 3 Gili!
You must have heard of 3 Gilis (Gili Islands) before! Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno ini ada di seberang Desa Malaka.  Biasanya, wisatawan akan diantar ke Bangsal, yaitu pelabuhan untuk penyebrangan ke 3 Gili. Kapal ini beroperasi setiap beberapa jam sekali dan serunya rame-rame bareng warga lokal yang bekerja di 3 Gili, so you can get to know them. Biaya tiketnya Rp 15.000 untuk setiap penumpang. Satu kapal ini bisa mengangkut sekitar 40 penumpang sekali jalan. Kalau kamu suka  kenalan sama orang baru, do hop to the front of the boat! Selain lihat view paling depan, kamu bisa berbagi cerita sama warga lokal yang bolak balik di pulau itu. We've tried this when we go back to Malaka from Trawangan.

Asik ga tuh bisa duduk paling depan?! But make sure safety come first ya!
Yang terpenting, diizinin sama awak kapal nya buat ikut duduk di depan.

Di sini kami menyeberang kira-kira pukul 12.00 WITA menuju Bangsal. So hot yet so bright!

But if you stay in Malaka and want to jump to one of those island, kamu bisa banget menyeberang dari Pantai Pandanan yang letaknya ada di seberang kantor desa Malaka. Caranya, berkenalan dengan nelayan / pemilik kapal setempat, tapi nggak asal naik, ya... Selain kamu perlu janjian dulu kapan akan berangkat, ada jumlah minimum penumpangnya juga. Opsi ini bisa kamu pilih kalau kamu berombongan dan sulit untuk menemukan kendaraan ke Bangsal, just like us. Setelah program berakhir, kami sejumlah 20 orang menyebrang ke Gili Trawangan dan biaya nya sesuai perjanjian antara penyewa dan pemiliki kapal, rombongan kami dikenakan biaya Rp 25.000 per orangnya.

We're the captain ourselves!

Kurang lega gimana tuh kursinya kalo satu kapal dipake sendiri.

Bukan girl band meskipun atasan nya sama semua.

Selain awak kapal, ada warga yang ikut ke laut untuk memancing ikan dan pindah ke kapal lain di tengah jalan.
Karena si sini banyak nelayan yang satu dusun, satu sama lain saling kenal, seru ya!

Di sini kami berangkat dari Pantai Pandanan menuju Gili Trawangan pukul 16.00 WITA,
kira-kira waktu sore inilah waktu terakhir kapal diperbolehkan menyeberang ke sana.

What do we do in Gili Trawangan? In less than a day? From dawn to noon?
Here's how to enjoy if you only got little time and have no money like us hahaha we're students, we don't expect so much of having fun with high budget. But island life is meant to be enjoyed and not to be rushed! Hal pertama yang kami lakukan saat sampai adalah nyari rumah kepala dusun di Gili Trawangan, untuk berkenalan sekaligus berpamitan karena lusa akan pulang ke Jawa. And it was hilarious because we have to walk so far and deep in the island to find the house and the sun begin to set.. The silver lining is, kami jadi tau macem-macem tempat, ngelewatin berbagai kafe, warung makan, resort yang ada di bagian dalam pulau, nggak cuma di pinggir pantai aja. You should try to walk / ride a bike near the residental areas! Oiya, untuk wisatawan muslim, di Gili Trawangan masjid yang paling dekat dengan bagian luar pulau mudah dijangkau, besar dan nyaman banget, this is proving why Lombok won some category in World Halal Tourism Awards, last year. It's the island of 1000 mosques, remember?

Malamnya di Gili Trawangan, kamu bisa makan di sekitar Pasar Seni, dan jalan di sepanjang pantai, deh. Cuma kadang untuk beneran ke pinggir pantai kamu harus pesan makanan karena area pantai merupakan area resort / kafe di situ. Lucky us, we found a tiny space near the beach yang sudah tutup malam itu, dan diperbolehkan duduk-duduk terus dipinjemin gitar, lagi! Kebanyakan pegawai di sana adalah warga dari Lombok, Sumba, atau sekitarnya, kalau diajakin kenalan mereka akan sangat welcome. Taught us that island life is a simple life where kindness is free :) If you like full-of-music ambiences, there are lots of cafes that opens until the dawn as well.

Karena kami akan menyeberang di siang hari, esok paginya kami cepat-cepat ke persewaan sepeda dan cycling around menikmati pantai-pantai yang terbuka. Kalau nggak kesiangan, jalanan nggak penuh sama pejalan kaki dan umumnya resto pinggir pantai belum buka, jadi bisa berenang di pantai deh. But if you have more time or stay longer, there are more to discover, misalnya naik delman keliling pulau? Just make sure to bring your Lombok Guide copy, and my note is don't forget to sip on Gili Gelato.


This one was Asta's cone, punya aku dah abis keburu leleh shay :)))

Anyway, pernah dengar tentang Nyongkolan di Lombok? Pecel di Desa Malaka kayak apa sih? Enakan mana sama Nasi Campur yang fenomenal itu? Atau pengen lebih tau apa arti Beruga di mata kami?
Pengen banget semua ditulis di sini but it will be too long hehe. No worries we already did it in diffferent platform! Head for more to my issuu page, di situ aku udah post official booklet Untuk Malaka yang merupakan produksi KKN kami kemarin. Di dalamnya ada karya tulisan dan karya foto dari teman-teman saya, untuk kalian semua. Thank you to our friend Gilang Amy who have been there helping us with the layout haha
Selamat membaca!

Klik di sini untuk baca booklet nya, ya!

xx,
Avi.

No comments:

Post a Comment